Oieh : Sri Yanto dan Jan Hoesada
Pendahuluan
Dua tahun yang lalu Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI bersama
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
membentuk Komite Akuntansi Syariah
(KAS). Salah satu pertimbangan pembentukan
KAS adalah adanya potensi ekonomispiritual
yang terkandung pada Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) Syariah. Pada
pertengahan tahun 2007, KAS telah berhasil
membangun sebuah perangkat nyaris lengkap
tentang akuntansi syariah. Posisi Indonesia
dalam struktur standar akuntansi syariah
relatif lebih lengkap dibandingkan dengan negara-
negara lain. DSAK telah menghasilkan
tiga macam produk pengaturan terkait dengan
akuntansi syariah. Pertama, Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) untuk
transaksi-transaksi syariah. Kedua, Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah (KDPPLKS). Ketiga, Prinsip-
prinsip Akuntansi Syariah yang Berlaku
Umum. Pencapaian ini patut disyukuri sebagai
rahmat dan nikmat yang dilimpahkan
Allah kepada bangsa kita.
Dilain pihak, ekonomi syariah umumnya,
bisnis berbasis syariah khususnya mempunyai
ciri unik intelegensi spiritual persaudaraan
(ukuwah) seperti membangun
hubungan tolong-menolong bukan saling
menghisap, hubungan kepercayaan bukan
hubungan saling curiga atau saling memperdayai
menyebabkan hubungan pembiayaan
dalam ekonomi syariah tak menggunakan
basis agunan dan riba, yang disubstitusi oleh
azas kepercayaan dan semacam ”bagi hasil”.
Hubungan niragunan dan ”bagi hasil” tersebut
niscaya amat bergantung pada Laporan
Keuangan nasabah mitra bank syariah.
Nasabah mitra perbankan syariah sangat
bervariasi mulai dari yang besar hingga
menengah dan kecil. Namun dari data statistik
yang ada pada umumnya adalah pengusaha
kecil dan menengah, dewasa ini sebagian
besar tak mampu melakukan akuntansi dan
menyajikan LK, sehingga dibutuhkan suatu
kondisi yang menunjang. Kondisi yang menunjang
tersebut antara lain adalah eksistensi
suatu Standar Akuntansi Keuangan Usaha
Kecil Menengah (SAK UKM) yang secara
praktis dapat diterapkan oleh para pebisnis
UKM. Oleh karena itu, agar pelaksanaan
SAK syariah berjalan dengan baik, misalnya
penentuan bagi hasil dapat dilakukan dengan
andal, maka penyediaan suatu SAK UKM
bagi nasabah mitra bank syariah merupakan
hal yang sangat penting.
International Accounting Standard Board
(IASB) mungkin sudah hampir 10 tahun terakhir
ini berupaya membentuk suatu ”IFRS for
Small and Medium-sized Entities”. Beberapa
tahun terakhir ini mulai memproduksi kertas
kerja dan tepatnya bulan Februari 2007 exposure
draft IFRS for SME diterbitkan untuk
dikomentari oleh seluruh negara anggota
IASB, termasuk Indonesia. Exposure draft
tersebut memberi bahan baku yang cukup
walau tidak ideal, bagi Indonesia untuk
membangun suatu SAK UKM. Oleh karena
itu, DSAK segera membangun suatu kelompok
kerja pakar untuk menerjemahkan
karya IFRS tersebut, menganalisis perbedaan
SAK UKM dan SAK yang saat ini berlaku di
Indonesia (SAK besar—istilah penulis) dan
menyusun suatu draft SAK UKM yang akan
disajikan kepada DSAK.
Pembangunan ekonomi kapitalismekerakyatan
atau kapitalisme spiritual berbasis
UKM adalah suatu cita-cita pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan bagi orang
banyak sesuai amanat UUD kita. Suatu basis
ekonomi yang berciri spiritual, pada negara
yang berumat Islam terbesar (bersama
Pakistan dan India) di dunia memang harus
difasilitasi dengan sepasang standar, yaitu
SAK Syariah (bagi pihak pendana) dan SAK
UKM (mitra usaha). Sehingga dengan itulah
cita-cita Indonesia baru yang sejahtera dapat
terwujud.
Kondisi Kaum Dhuafa dan UKM di
Indonesia
Sekitar 110 juta penduduk paling
miskin Indonesia berpenghasilan US $2,
pengangguran mencapai 9,9 juta jiwa.
Tahun 2005 adalah Tahun Program Aksi
Penanggulangan Kemiskinan melalui
Pemberdayaan UMKM (usaha mikro kecil
menengah), adalah Tahun Keuangan Mikro
Indonesia sebagai tindak lanjut Tahun Kredit
Mikro Internasional PBB. Kementerian
Negara Koperasi dan UKM mencanangkan
rencana stratejik 2005-2009 dengan target
6 juta wirausaha baru. Pertengahan 2005
jumlah UKM mencapai 42,5 juta unit,
menyerap 79 juta TK dari 92 juta pekerja.
Kredit yang tersalur dari perbankan pada
awal 2005 mencapai Rp500 triliun, termasuk
sekitar Rp200 triliun dialirkan kepada UKM,
padahal kebutuhan dana 42,5 juta UKM
tersebut sekitar Rp600 triliun.
No comments:
Post a Comment