Revtwt News Headline Animator

Sunday, August 8, 2010

ANALISIS DAMPAK DEPRESIASI NILAI RUPIAH TERHADAP NILAI TUKAR DAGANG (TERM OF TRADE) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

(Pendekatan Analisis Jalur/ Path Analysis)

Oleh: Muhammad Husaini

1. Latar Belakang

Dalam menganalisis permaslahan khususnya dalam bidang ekonomi banyak dijumpai model-model kuantitatif seperti model simultan, regresi berganda, dan model non parametrik lainnya. Salah satu model kuantitatif yang masih jarang dipakai dalam penelitian kasus-kasus ekonomi adalah model Analisis Jalur (Path Analysis). Dalam analisis jalur akan diungkapkan apakah suatu variabel akan berpengaruh secara langsung dengan variabel lain, atau pengaruh tersebut harus memlalui variabel antara. Tulisan ini akan mencoba mengaplikasikan alat analisis jalur pada kasus penurunan nilai mata uang rupiah dan dampaknya terhadap term of trade dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode waktu yang dipilih antara tahun 19980 hingga tahun 1995. Dipilihnya periode waktu ini mengingat antara tahun 1980 hingga tahun 1995 penurunan nilai rupiah murni akibat dari permintaan dan penawaran di pasar. Sedangkan periode setelah itu penurunan nilai rupiah lebih diakibatkan oleh gejolak politik dan kondisi ekonomi dunia yang tidak stabil.

Jika diamati perkonomian Indonesia sejak masa Orde Baru, sudah bersifat terbuka. Keterbukaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Dari sisi pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB), terdapat besaran angka yang cukup menonjol dari nilai ekspor maupun impor. Selain itu, setiap saat terdapat transaksi penerimaan dan pengeluaran antara Indonesia dengan negara lain, baik berupa uang, modal, komoditas, maupun teknologi. Dilihat dari sistem pengaturan devisa, sejak tahun 1968 Indonesia telah menganut sistem devisa bebas, dalam arti tidak ada larangan untuk membawa, menyimpan, atau menggunakan devisa dalam jumlah berapapun. Hal ini menunjukkan kemudahan aliran uang dan modal asing untuk masuk maupun keluar dari Indonesia. Dilihat dari sistem penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Indonesia masih mengandalkan bantuan dan pinjaman dari luar negeri sebagai upaya menambah penerimaan negara untuk membiayai pembangunan.

Implikasi dari adanya keterbukaan tersebut, maka perkembangan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian internasional. Hal ini tercermin dari pola perdagangan Indonesia yang mengalami fluktuasi sebagai akibat perkembangan nilai ekspor dan impor yang mengalami fluktuasi.

Ditinjau dari komposisi nilai ekspor Indonesia terlihat bahwa pada awal pembangunan di Idonesia dominasi minyak bumi dan gas alam masih cukup besar. Namun perkembangan selanjutnya nampak peranan ekspor migas semakin menurun, bahkan sejak tahun 1987 terlihat terjadi pergeseran komposisi ekspor dari migas ke non migas. Keadaan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor non migas guna menggantikan posisi migas sebagai penyumbang utama devisa negara. Walaupun posisi ekspor non migas telah berhasil menggeser posisi ekspor migas, namun bila ditinjau dari keadaan transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang terus menerus mengalami defisit akibat pengeluaran jasa yang semakin besar, menunjukkan bahwa penerimaan ekspor terutama non migas belum mampu untuk menutupi kebutuhan impor dan pembayaran jasa-jasa seperti pada masa kejayaan harga minyak bumi.

Kondisi transaksi berjalan dalam neraca pembayaran yang mengalami defisit terus menerus, dan menyadari harga minyak bumi yang kian tidak menentu, maka upaya untuk meningkatkan penerimaan ekspor non migas mutlak diperlukan. Salah satu upaya untuk mendorong peningkatan ekspor adalah dengan mempengaruhi nilai tukar mata uang (Branson, W, 1978).

Atas dasar inilah pemerintah Indonesia sejak tahun 1986 (devaluasi terakhir) mengambil kebijakan untuk mengambangkan nilai mata uang rupiah. Jika pada periode sebelumnya kurs rupiah masih menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat sebagai standar utama, maka sejak tahun 1986 nilai mata uang rupiah sudah dikaitkan dengan beberapa mata uang dunia yang kuat (basket currencies). Tujuan utama kebijakan ini adalah agar nilai tukar rupiah menjadi lebih realistis, karena tingkat kurs yang berlaku ditetapkan atas permintaan dan penawaran pasar. Dalam sistem ini nilai mata uang akan mengalami kenaikan (apresiasi) dan penurunan (depresiasi), sehingga daya saing ekspor akan dapat dipertahankan.

Namun dalam kenyataannya sejak diberlakukannya kebijakan tersebut nilai rupiah cenderung mengalami penurunan terus menerus (depresiasi). Keadaan ini walaupun mungkin memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan ekspor, namun demikian belum tentu menimbulkan dampak yang baik terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti nilai tukar dagang (terms of trade), neraca pembayaran, dan bahkan pada laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. .

Mengacu pada kondisi di atas, maka tulisan ini akan membahas dampak penurunan nilai mata uang rupiah (depresiasi) tersebut terhadap nilai tukar dagang (terms of trade) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:

1.2.1 Apakah depresiasi nilai rupiah berpengaruh terhadap nilai tukar dagang (Terms of Trade) Indonesia.

1.2.2 Bagaimana pengaruh depresiasi nilai rupiah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

3.1 Menganalisis pengaruh penurunan (depresiasi) nilai rupiah terhadap perkembangan nilai tukar dagang (terms of trade).

3.2 Menganalisis pengaruh penurunan (depresiasi) nilai rupiah terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia

4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang mekanisme engaruh dpresiasi nilai rupiah terhadap nilai tukar dagang (terms of trade) dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan penentuan sistem kurs yang berlaku, sehingga dapat mendorong laju pembangunan. Bagi kalangan akademis terutama bagi mahasiswa, diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan kajian ilmiah sehingga dapat menambah pengetahuan dan refrensi dalam penulisan karya ilmiah lebih lanjut.

5, Landasan Teori

Nilai tukar mata uang (exchange rate) suatu negara adalah jumlah satuan mata uang domestik yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain (Levi.M, 1983:13). Ini berarti bahwa nilai tukar mata uang suatu negara menunujukkan daya beli internasional negara yang bersangkutan, sehingga perubahan di dalam nilai tukar mata uang menunjukkan perubahan daya beli negara tersebut (Scott, 1978: 218). Secara umum terdapat tiga pilihan sistem nilai tukar yang dapat dianut oleh suatu negara (Lindert, P.Kindleberger, 1986: 542) yaitu: (1) sistem nilai tukar mengambang murni, (2) sistem nilai tukar mengambang terkendali, dan (3) sistem nilai tukar tetap.

Sistem mengambang murni dan mengambang terkendali, sejak tahun 1971 lebih banyak dipakai terutama oleh negara-negara berkembang. Alasan utamanya adalah pertimbangan dampak hubungan luar negeri, dimana gejolak perdagangan luar negeri sangat berpengaruh pada perekonomian secara keseluruhan. Misalnya pada kasus terjadi peralihan permintaan di dalam negeri terhadap produk-produk luar negeri akibat naiknya pendapatan masyarakat. Dalam sistem kurs tetap keadaan ini akan menyebabkan depresi di dalam negeri sebagai akibat turunnya kegiatan ekspor sehingga akan memperburuk neraca perdagangan dan akan mempengaruhi cadangan devisa, mengurangi jumlah uang beredar dan pada akhirnya akan memperberat depresi itu sendiri.

Di lain pihak dalam sistem kurs mengambang, dengan menurunnya penerimaan ekspor akan menyebabkan mata uang negara tersebut mengalami penurunan nilai tukarnya relatif terhadap mata uang negara-negara lain. Penurunan ini akan menyebabkan harga barang-barang negara yang bersangkutan menjadi lebih murah dinilai dengan mata uang negara asing. Dengan demikian permintaan luar negeri terhadap produk-produk negara yang bersangkutan akan meningkat. Ini berarti akan memperbaiki depresi yang terjadi.

Dalam sistem kurs mengambang, kurs mata uang yang berlaku akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar. Perubahan pada variabel-variabel permintaan dan penawaran akan merubah tingkat kurs yang berlaku. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi kurs mata uang yang berlaku pada suatu negara (Kindleberger, 1986: 359), yaitu: (1) jumlah uang beredar, (2) pendapatan nyata (riel income), (3) perbedaan tingkat suku bunga, dan (4) harapan nilai tukar.

Pengaruh jumlah uang beredar terhadap nilai tukar dapat dijelaskan melalui Gambar berikut:

r ($/£

Mf/M



1,32 A

B

1,20

Stok uang (j/…)

0 0,045 0,050

Gambar 1 Pengaruh Perubahan Jumlah Uang Beredar Terhadap Nilai Tukar

Sumber: Kindleberger, 1986:370

Dalam gambar tersebut dianggap bahwa kurva penawaran merupakan rasio jumlah uang beredar di Inggeris dengan negara lainnya (Mƒ/M), misalkan dengan mata uang US $. Titik A adalah permintaan relatif untuk menguasai saldo pounsterling dibanding dengan keinginan menguasi dolar (Lƒ/L) yang sama dengan penawaran pounsterling secara relatif terhadap dolar (Mƒ/M) dengan nilai ekuilibrium poundsterling sebesar $1,20. Misalkan penawaran poundsterling dikurangi sebesar 10 persen, maka nilai poundsterling akan meningkat. Pengurangan jumlah uang beredar sebesar 10 persen ini akan menaikkan nilai mata uang pounsterling sebesar 10 persen atau US $1,32. Pergeseran dari titik A ke titik B pada kurva tersebut menunjukkan bahwa jumlah uang dolar yang beredar juga meningkat sebesar 10 persen. Apabila kenaikan jumlah uang dolar yang beredar tersebut dibiarkan begitu saja, maka harga-harga yang terkait dengan dolar akan meningkat, sehingga permintaan internasional terhadap produk-produk yang dinilai dalam dolar akan bergeser. Ini berarti akan menurunkan permintaan terhadap mata uang dolar.

Pengaruh pendapatan nyata terhadap nilai tukar dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar berikut:

r ($/£)


Mf/M

1,32 C

A

1,20


0 0,050 0,055

Jumlah uang beredar (£/$)

Gambar 1.2 Pengaruh Pendapatan riel Terhadap Nilai Tukar
Sumber: Kindleberger, 1986:371

Dari gambar tersebut misalkan pendapatan nyata di Inggeris bergeser dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10 persen. Titik A menunjukkan peningkatan permintaan terhadap poundsterling dari 0,050 menjadi 0,055 dari persediaan dolar pada titik B. Akan tetapi permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi karena persediaan masih berada pada 0,050. Keadaan ini akan meningkatkan nilai poundsterling dari $1.20 menjadi $1,33 pada titik B. Walaupun demikian terdapat kesimpulan yang kontradiktif tentang pengaruh pergeseran tingkat pendapatan nyata terhadap nilai tukar. Di satu pihak jika kenaikan pendapatan tersebut sebagai akibat bertambahnya kemampuan untuk melakukan penawaran ke luar negeri baik barang maupun jasa (ekspor), maka nilai tukar mata uang (r) negara yang bersangkutan akan meningkat.

Di lain pihak jika tambahan pendapatan tersebut sebagai akibat meningkatnya permintaan dalam negeri (demand domestic), maka nilai tukar mata uang (r) negara yang bersangkutan justeru akan merosot. Oleh karena masih terdapat kontroversi tentang pengaruh pendapatan riel terhadap kurs mata uang suatu negara, maka beberapa peneliti mengabaikan faktor tersebut. Beberapa peneliti di Indonesia, misalnya Rustian Kamaludin (1985) dalam menganalisis fluktuasi nilai rupiah dalam hubungannya dengan perubahan mata uang asing; memasukkan variabel laju pertumbuhan ekonomi sebagai variabel yang ikut mempengaruhi fluktuasi nilai rupiah. Sejalan pula dengan pandangan di atas Anwar Nasution (1985), dalam menganalisis dampak perubahan kurs beberapa mata uang asing terhadap nilai rupiah; juga mengabaikan tingkat pendapatan riel dan menggantikan variabel tersebut dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Perbedaan tingkat suku bunga di dalam negeri dan di luar negeri juga akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang berlaku pada suatu negara. Jika tingkat suku bunga dalam negeri relatif lebih tinggi dari tingkat suku bunga di luar negeri, maka para pemilik modal akan melihat adanya tambahan pendapatan dengan membeli dolar di pasar valas dan dijual pada beberapa waktu kemudian dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat menjual. Jelasnya jika suku bunga di Amerika Serikat lebih tinggi dari negara lain, para pemilik modal lebih tertarik untuk menguasai dolar, dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai dolar.

Faktor lain yang mempengaruhi nilai tukar suatu mata uang adalah ekspektasi nilai tukar. Ekspektasi nilai tukar ini biasanya dianalogikan oleh para spekulator dengan melihat perkembangan jumlah uang beredar dan kebijakan pemerintah terutama di bidang moneter. Ekspektasi nilai tukar ini sulit untuk diukur, sehingga dalam pembahasan secara kuantitatif sering diabaikan. Uraian di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:
Jumlah uang beredar

Pendapatan nyata
Kurs yang berlaku
Perbedaan sk.bunga

Ekspektasi Kurs

Gambar 1. Skema Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Suatu Mata Uang.

Dalam tulisan ini hanya akan membahas dampak penurunan nilai tukar mata uang (depresiasi) terhadap nilai tukar dagang (terms of trade) dan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan tujuan penelitian. Dampak depresiasi nilai mata uang terhadap terms of trade dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dianalisis sebagai dampak penurunan nilai mata uang akibat kebijakan devaluasi. Hal ini mengingat dalam sistem kurs mengambang, baik devaluasi maupun depresiasi dalam jangka panjang mempunyai dampak yang sama, bahkan depresiasi dalam jangka panjang sering disebut sebagai devaluasi terselubung.

Dampak depresiasi maupun devaluasi terhadap terms of trade (Px/Pm) dapat ditelusuri dengan melihat apakah kemampuan mengimpor negara yang mengalami depresiasi tersebut meningkat sebagai akibat perolehan ekspor atau justeru kemampuan tersebut semakin menurun. Jika kemampuan mengimpor ini semakin menurun, maka terms of trade semakin memburuk. Hal ini berarti kenaikan harga impor akibat depresiasi lebih tinggi dari harga ekspor yang terjadi. Semakin membaik atau semakin memburuknya terms of trade akibat depresiasi sangat tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran terhadap impor dan terhadap ekspor. Elastisitas ini dapat ditentukan dengan melihat dampak depresiasi tersebut terhadap harga ekspor dan harga impor. Secara matematis dapat diukur dengan rumus:
dPx/Px – dPm/Pm Sm dm Sx Sm – dx dm
E(Px/Pm)r = = - =
dr/r dx - Sx Sm – dm (dx – Sx)(Sm – dm)

Dari rumus di atas nampak bahwa penyebutnya memiliki tanda negatif, sehingga untuk memdapatkan hasil yang positif pembilangnya harus bertanda negatif juga. Dengan demikian semakin elastis permintaan secara relatif terhadap penawaran, semakin baik efek depresiasi terhadap rasio perdagangan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa:

(a) Nilai tukar perdagangan (Px/Pm) akan semakin baik akibat depresiasi apabila dxdm > SxSm.

(b) Rasio perdagangan (Px/Pm) akan lebih buruk akibat depresiasi apabila dxdm < SxSm.

(c) Rasio perdagangan (Px/Pm) tidak terpengaruh oleh depresiasi jika dxdm = SxSm

Dampak depresiasi nilai tukar mata uang terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pengaruhnya terhadap pendapatan nasional. Secara sepintas nampaknya depresiasi akan mendorong kenaikan volume ekspor dan menekan volume impor negara yang mengalami depresiasi sehingga akan meningkatkan pendapatan.

Namun dalam kenyataan dampak depresiasi tersebut tidaklah sejelas seperti yang dikemukan di atas, karena tiga alasan pokok (Kindleberger, 1986:475) yaitu: Pertama, depresiasi akan mempengaruhi neraca perdagangan melalui perubahan pada terms of trade, dan pengaruh ini tidak selamanya bersifat positif. Pengaruh depresiasi terhadap neraca perdagangan sangat tergantung pada elastisitas permintaan terhadap ekspor dan permintaan terhadap impor. Semakin elastis permintaan impor dan permintaan ekspor, maka pengaruh neraca perdagangan akan semakin stabil (positif). Kedua, depresiasi mungkin akan memperburuk nilai tukar perdagangan (Px/Pm) internasional. Memburuknya nilai tukar dagangan ini akan menyebabkan pengurangan cadangan devisa dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan nasional.

Secara skema pengaruh depresiasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat digambarkan sebagai berikut:
Jumlah uang beredar (X1.1) Sk.bunga relatif (X1.2 )

Kurs uang rupiah

( X1)


Harga ekspor

(X2.1)
Harga impor (X2.2)

Terms of trade

(X2)


Ekspor

(X3.1)
Impor

(X3.2)

Neraca perdagangan (X3)

Laju pertumbuhan ekonomi (Y)

Gambar 1.4 Skema Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Suatu Negara

6. Metode Penelitian

6.1 Data

Data yang digunakandalam penelitian ini adalah data sekunder yang disusun berdasarkan urut waktu (time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1995. Data yang digunakan meliputi data tentang:

(a) Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga harga konstan 1983, periode 1980 hingga 1995.

(b) Nilai ekspor dan impor Indonesia tahun 1980 hingga tahun 1995.

(c) Perkembangan volume dan nilai ekspor impor Indonesia tahun 1980 hingga tahun 1995.

(d) Nilai transaksi berjalan dalam Neraca Pembayaran Indonesia tahun 1980 sampai tahun 1995.

(e) Tingkat suku bunga deposito, kurs rupiah terhadap mata uang beberapa negara patner dagang Indonesia tahun 1980 sampai dengan tahun 1995.

6.2 Model Analisis

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel bebas adalah depresiasi nilai mata uang rupiah (X1), nilai tukar dagang (terms of trade) (X2) dan neraca perdagangan (X3). Sedangkan pertumbuhan ekonomi (Y) adalah variabel terikat. Masing-masing variabel bebas tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ini berarti bahwa depresiasi nilai rupiah tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, melainkan harus melalui variabel antara. Bentuk umum persamaan simultan yang digunakan dalam menganalisis dampak depresiasi nilai rupiah terhadap nilai tukar dagang dan pertumbuhan ekonomi adalah:
Y = ƒ(X1, X2,X3) X2 = ƒ(X1, X2.1, X2.2)
X1 = ƒ(X1.1, X1.2) X3 = ƒ(X2 )

dimana:

Y = Pertumbuhan ekonomi

X1 = Kurs rupiah

X2 = Nilai tukar dagang (terms of trade)

X3 = Transaksi berjalan dalam neraca pembayaran

X1.1 = Jumlah uang beredar

X1.2 = Tingkat suku bunga

X2.1 = Harga ekspor

X2.2 = Harga impor

Oleh karena itu alat analisis yang akan digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Bentuk umum diagram jalur pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut adalah sebagai berikut:

ÎX1 ÎY
X1.1 PX1x1.1
Rx1.1×1.2 X1 PYX1 Y
PX1x1.2 rX1x2.1 PX2X1 PYX2 PYX3
X1.2 rX1x2.2 X2.1 X2 PX3X2 X3
rx2.1×2.2 PX2x2.2
X2.2
ÎX2 ÎX3


Gambar 1.5 Diagram keterkaitan Depresiasi Nilai Rupiah terhadap Nilai Tukar Dagang dan Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 1.5 di atas merupakan satu struktur yang terdiri dari 3 sub struktur dengan masing-masing variabel penyebab dan variabel akibatnya. Sub struktur tersebut adalah:

6.2.1 Hubungan struktural antara variabel jumlah uang ber-edar (X1.1) dan variabel suku bunga (X1.2) terhadap variabel fluktuasi kurs mata uang rupiah (X1)

Sub struktur ini merupakan sub struktur yang lengkap yang terdiri dari dua buah variabel penyebab (X1.1 dan X1.2) dan sebuah variabel akibat (X1). Persamaan struktural dari hubungan di atas dapat ditulis sebagai berikut

X1 = PaX1.1 + PbX1.2 + e

Sedangkan bentuk diagram jalurnya adalah:
X1.1 PX1x1.1
rx1.1×1.2 X1
X1.2 PX1x1.2
eX1

Gambar 1.6 Hubungan Struktural Variabel X1.1, X1.2, dan X1

6.2.2 Hubungan struktural antara variabel kurs (X1), va-riabel harga ekspor (X2.1) dan variabel harga impor (X2.1) terhadap variabel nilai tukar dagang (terms of trade) (X2)

Sub struktur ini merupakan struktur yang lengkap yang terdiri dari tiga buah variabel penyebab (X1, X2.1, X2.2) dan sebuah variabel akibat (X2). Bentuk persamaan struktural dari hubungan ini adalah:

X2 = PaX1 + PbX2.1 + PcX2.2 + e

Sehingga bentuk diagram jalurnya adalah

X1 PX2X1
rX1x2.2 rX1x2.1 PX2x2.1
X2.1 X2
rx2.1×2.2 PX2x2.2
X2.2
ex2

Gambar 1.7 Hubungan Struktural Variabel X1, X2.1, X2.2,dan X2

6.2.3 Hubungan struktural antara variabel kurs (X1), variabel terms of trade (X2), dan variabel neraca perdagangan (X3) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y).

Sub struktur ini juga merupakan suatu struktur yang lengkap yang terdiri dari tiga buah variabel penyebab (X1, X2, X3) dan sebuah variabel akibat yaitu Y. Bentuk umum persamaan struktural dari hubungan tersebut adalah: Y = PaX1 + PbX2 + PcX3 + e

Berdasarkan persamaan tersebut, maka digram jalurnya adalah:

eY
X1 PYX1
X2 PYX2 Y
X3 PYX3


Gambar 1.8 Hubungan Struktural Variabel X1, X2, X3, dan Y

Untuk menghitung besarnya koefisien regresi dari masing-masing hubungan struktural di atas akan digunakan rumus sebagai berikut:
n n
bYxi = Ci1 S X1hYh + …. + Cik S XkhYh
h=1 h=1

yang mempunyai hubungan kausal. Dengan demikian koefisien jalur variabel-variabel yang mempunyai hubungan kausal dari bentuk diagram sebelumnya dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
n
S Xih2
h=1
PYXi = bYXi ¾¾ i = 1, 2, …., k
n
S Yh2
h=1


Sedangkan pengaruh variabel yang lainnya di luar model dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

PYe = Ö 1- R2Yxi
Dalam hal ini: n
R2YXi = å PYXi rYxi
i=1

Untuk mengukur besarnya koefisien jalur yang bersifat hubungan korelatif digunakan rumus:
N N n
N S XihXjh S Xih S Xjh
H=1
rXiXj = ; i=j =1..,k
N n n N
[nSXih2 (SXih)2] [nSXjh2 (SXjh)2]
h=1 h=1 h=1 h=1


Dari diagram jalur sebelumnya, maka variabel-vriabel yang memiliki hubungan korelatif adalah : X1.1 dengan X1.2, X1 dengan X2.1, dan X2.2 ,X2 dengan X3.1 dan X3.2.

Untuk menguji keberartian koefisien jalur tersebut secara ke-seluruhan dilakukan uji Fisher (Uji F) dengan rumus sebagai berikut:
k
(n-k-1)S PYXi rYxi
i=1
F =
k
k (1- å PYXirYXi)
i=1


Selanjutnya untuk menghitung keberartian masing-masing koefisien jalur tersebut digunakan student test (uji t) dengan rumusan sebagai berikut:

PYXi

ti =

(1- R2YXI-Xk) Cii

—————–

n – k – 1

Selanjutnya setelah dihitung koefisien jalur tersebut, maka bagi koefisien jalur yang tidak bermakna (non signifikan) akan dihapuskan dan akan dibuat jalur yang baru. Dari hasil penyesuaian tersebut akan dihitung kembali koefisien jalurnya dengan menggunakan rumus:

RXiXii = R-1PXi

Dari hasil perhitungan dengan cara di atas, maka diharapkan permasalahan seperti yang dikemukakan sebelumnya akan dapat terjawab, terutama mengenai arah laju pertumbuhan ekonomi dengan memperhitungkan pengaruh nilai tukar dagang.

No comments:

Post a Comment

Refleksi Agama