Revtwt News Headline Animator

Sunday, August 8, 2010

AKUNTANSI SYARIAH: BAGAIMANA TEORI DAN KONSEPNYA?

Dalam perekonomian Syariah seharusnya tercakup pula sistem akuntansinya. Artikel ini – yang disarikan dari suatu telaah ilmiah, berusaha mengantarkan kepada pemahanan tentang bagaimana teori dan konsepkonsep akuntansi Syariah bisa diperoleh.
Bagaimana teori akuntansi Islam bisa dikembangkan? Dari pelajaran tentang konstruksi teori-teori akuntansi konvesional
ada sejumlah approach yang bisa ditempuh, seperti yang dikategorikan oleh Belkaoui (1992). Belkaoui memilah-milah cara pendekatannya dengan mengkategorikannya menjadi “tradisional,” “regulatory” dan yang “lain-lainnya.”
Kategori terakhir ini termasuk cara-cara pendekatan peristiwa (event), perilaku (behavioral), sistem informasi manusia dan
prediktif-positif, meski di sana-sini ada ketidakjelasan pokok pikiran akibat tumpang tindihnya kategori-kategori tersebut.
Namun pula ada pendekatan induktif-empiris yang diperkenalkan Whittington (1986) yang merupakan upaya untuk mengembangkan suatu teori akuntansi berdasarkan generalisasi fenomena empiris. Pendekatan ini pula yang ditempuh oleh badan-badan akuntansi
profesional di Amerika dan Inggris, seperti AICPA dan CCAB, di mana ada berbagai standar yang ditetapkan guna bisa mengatur
praktek-praktek akuntansi.

Dalam kurun dua dekade terakhir, teori induktif-empiris telah masuk ke dalam teori akunting positif (PAT), di mana para
penganjurnya, Watts & Zimmerman (1986), berargumentasi bahwa teori akuntansi haruslah positif. Itu untuk menjelaskan apa, dan membantu memprediksi, peristiwaperistiwa masa mendatang. Bukan berusaha

AKUNTANSI SYARIAH: BAGAIMANA TEORI DAN KONSEPNYA?
And We created not the heavens, the earth and all between them, merely in (idle) sport. We created them not except for just ends. But most of them do not understand(Al-Qur’an, 44:38-39). edisi ke2 new size.indd 8 5/6/2008 3:08:32 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A m i t r a d a l a m p e r u b a h a n
ai
Laporan Utama
berkhotbah tentang apa yang seharusnya
dilakukan. Inilah yang telah mendorong riset
pasar modal menjadi mainstream dalam
akunting. Namun kemudian pendekatan
regulatory mengikuti pula penerapan
paradigma keputusan-kegunaan. Kritik tajam
terhadap PAT lalu bermunculan (antara lain
Christenson, 1983;Tinker & Puxty, 1995).
Dari titik pandang Islam, meski tetap harus
pula dipertimbangkan cara pengambilan
keputusan-keputusan strategisnya, hal
tersebut, pertama, tak bisa menjadi pengganti
bagi teori normatif-deduktif karena antara
lain suatu situasi positif bisa jadi merupakan
penyimpangan dari pemahaman normatif
tentang Islam, sehingga tak bisa dijadikan
landasan bagi pengembangan suatu teori.
Lain dari itu, kedua, Islam telah memiliki
prinsip-prinsip etika dan perilaku secara
abadi, dan dengan demikian approach yang
tak mengindahkan prinsip-prinsip tersebut
tak akan bisa mewujudkan suatu masyarakat
Islam. Point pertama tersebut khususnya
benar jika dilihat bukti bahwa sekularitas
dipisahkan dari hal-hal keimanan dalam
kehidupan Barat, yang dampaknya juga
kembali mengenai lingkungan Islam.
Prinsip dan kebiasaan-kebiasaan akunting
konvesional yang berasal dari approach
empiris-deduktif tampak bertentangan
dengan prinsip-prinsip Islam (Gambling &
Karim, 1991;Khan, 1994a; Adnan & Gaffikin,
1998). Meski begitu, dengan kecenderungan
tetap dipraktekkan dan dapat diterima secara
umum sekarang, mengakibatkan adanya
salah analis sehingga konsep akuntansi
konvensional dipandang cocok untuk Islam.
Hal sama dapat terjadi jika teori akuntansi
Islam dikembangkan melalui pendekatan
empiris-deduktif.
Dari perspektif Islam, salah satu penggunaan
yang mungkin untuk pendekatan positif
ialah dalam menentukan konsesus dan
kesepakatan atas berbagai tafsir prinsipprinsip
Syariah. Dalam Islam, di mana
prinsip tak dinyatakan secara eksplisit
dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan
lebih didasarkan pada
penafsiran, berbagai
aturan untuk suatu isu
bisa sampai ke tujuannya
secara bersamaan.
Oleh karenanya Muslim
biasanya akan mengambil
opini mayoritas orang yang
berpengetahuan untuk
itu (Jumhur) sebagai yang
paling otentik. Dengan begitu, riset positif
yang bertujuan menemukan persepsi kaum
ulama, sarjana dan mereka yang berilmu
lainnya (termasuk para akuntan?) akan sangat
berguna dalam membentuk opini mayoritas
untuk suatu isu.
Dalam pendekatan deduktif, prinsip-prinsip
teoritis akuntansi secara logis diperoleh
lewat deduksi berbagai asumsi dari aksioma
atau prinsip-prinsip awalnya (Whittington,
1986). Pendekatan “true income” dalam teori
akunting merupakan bentuk paling awal
approach deduktif. Pendekatan ini berusaha
menyelaraskan antara laba akuntansi dengan
laba ekonomi yang menjadi pegangan para
ekonom, dan dengan begitu sangat bergantung
pada teori ekonomi. Namun Gambling dan
Karim (1991) berargumentasi bahwa konsep
income ekonomi tak bisa diterima dalam
perspektif Islam karena hal-hal yang tak bisa
diterima itu begitu fundamental bagi teori
deduktif Barat. Misalnya, model tingkat
ekonomi pengembalian modal (economic rate
of return on capital) yang membentuk basis
bagi kalkulasi pendapatan di muka dengan
asumsi bahwa uang punya nilai waktu, yang
dinyatakan Gambling dan Karim sebagai
hal yang tak ada dalam Islam. Atas dasar
ini, bagian dari teori akunting deduktif yang
berlandasan teori ekonomi konvensional
tampak bukan sebagai model yang cocok
untuk menciptakan teori akuntansi Islam.
Gambling dan Karim (1991) menyarankan
approach normatif deduktif dalam penetapan
standar-standar akunting karena Muslim
harus mematuhi Syariah baik dalam aspek
sosial maupun ekonomi kehidupan mereka.
Pendekatan ini menurut mereka mencakup
bagaimana memahami tujuan-tujuan laporan
keuangan, rumus-rumus akuntansi dan
definisi konsep-konsep prinsip Syariah.
Ini akan membentuk dasar bagi kerangka
struktural yang akan menjadi rujukan
pengembangan prinsip-prinsip akuntansi.
Ini adalah metodologi terbaik untuk sampai
pada sebuah teori akuntansi Islami, karena
prinsip atau aturan manapun yang didapat
akan sejalan dengan pandangan serta nilainilai
Islam.
Lebih jauh, akuntansi teristimewa sangat
penting bagi para investor Muslim, katakan
misalnya dalam aturan bisnis Mudharabah
atau Musharakah, karena larangan
riba dalam Islam membuat mereka tak
bisa mengharapkan pendapatan pasti
dari modal yang telah dikeluarkan, tak
pandang bagaimanapun kinerja perusahaan
investasinya. Oleh karenanya evaluasi atas
hasil investasi mereka tergantung pada
konsep akuntansi di luar Islam, karena tak
adanya sumber informasi lain.
edisi ke2 new size.indd 9 5/6/2008 3:08:32 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A
m i t r a d a l a m p e r u b a h a n ai 10
Karim (1995) menawarkan dua metode di
mana akuntansi Islami akan bisa tercapai.
Pertama, tetapkan sasaran-sasaran
berlandasan pada prinsip-prinsip Islam
dan ajaran-ajaran Islam. Pertimbangkan
sasaran-sasaran tersebut dan bandingkan
dengan pemikiran-pemikiran akuntansi
kontemporer yang ada. Kedua, mulai dengan
sasaran-sasaran yang ada dalam pemikiran
akuntansi kontemporer, kemudian
bandingkan dengan Syariah, lalu terima yang
sejalan dengan Syariah dan tinggalkan yang
tidak sejalan. Lalu, kembangkan hasil-hasil
unik yang menjadi temuannya.
AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization of Islamic Financial Institutions)
sejak 1996 menerapkan cara pendekatan
yang kedua tersebut. Lembaga ini
berpendapat bahwa cara itu konsisten
dengan prinsip-prinsip Islam lebih luas
bahwa suatu pandangan tak selalu
memerlukan konsep yang mesti diambil
dari Syariah. Ditegaskan, cara pendekatan
tersebut sejalan dengan prinsip hukum
Islam tentang hal-hal yang diperbolehkan
(ibaha, permissibility) bahwa segala sesuatu
diizinkan kecuali untuk hal-hal yang jelas
dilarang Syariah. Dengan demikian, konsep
informasi akuntansi berguna, seperti
relevansi dan reliabilitas, bisa begitu saja
dimasukkan dalam praktek akuntansi Islami
oleh AAOIFI.
Salah satu faktor kunci yang membedakan
institusi-institusi keuangan Islam ialah
perlunya mereka memperlihatkan
kepatuhan (compliance) terhadap Syariah
dalam segala aktivitas mereka. Di sini
kurang adanya konsensus mengenai
apakah transaksi-transaksi atau aktivitasaktivitas
tertentu telah dipatuhi. Hal ini
bisa menyebabkan kebingungan di antara
para praktisi dan customer, selain akan
membatasi penerimaan dan pengakuan
lebih luas akan konsep tentang keuangan
Islam. Industri keuangan Islam pun dengan
demikian hanya “dikendalikan” oleh sedikit
pakar terkemuka Syariah yang kerap bekerja
untuk bank-bank berbeda atas penugasan
komite Syariah. Kondisi ini juga akan bisa
membatasi inovasi produk pengetahuan
tentang Syariah. Ujung-ujungnya ialah
menunjukkan diri patuh terhadap Syariah
akan sulit karena institusi-institusi yang
berbeda punya model-model governance
mereka sendiri. Mereka menggunakan itu
untuk menetapkan dan menguji kepatuhan
mereka.
Hasil riset ini menawarkan hal-hal berikut
yang bisa dijadikan pegangan:
1. Identifikasi prinsip-prinsip etika
dan akuntansi Syariah dalam kaitannya
dengan bisnis serta berbagai akitvitas
lain yang mencakup fidusiari. Kemudian
pertimbangkan dampak-dampaknya bagi
akuntasi. Bandingkan itu dengan prinsipprinsip
di mana bisnis gaya Barat dan
organisasi-organisasi lainnya beroperasi di
bawah kapitalisme.
2. Identifikasi sasaran-sasaran utama
dan pengganti bagi akuntansi Islam
berdasarkan prinsip-prinsip etika Islam
tersebut, dan pertimbangkan sasaransasaran
itu dengan pemikiran akuntansi
kontemporer. Langkah ini jangan terbatas
pada pemikiran akuntansi arus besar
(mainstream) saja, karena “pengembangan
dari pelaporan narratif dan non-traditional
telah sedemikian meningkatnya sehingga
para akuntan modern tak bisa lagi untuk
tak mengindahkannya (Mathews & Perera,
1991). Perbandingan dengan pemikiran
akuntansi modern bisa membuka jalan
bagi dua maksud: pertama, identifikasi
alternatif bagi teknik-teknik akuntansi
Laporan Utama
edisi ke2 new size.indd 10 5/6/2008 3:08:33 PM
A K U N T A N I N D O N E S I A
m i t r a d a l a m p e r u b a h a n
11 ai
Laporan Utama
yang dikembangkan di Barat dan yang bisa
diterapkan ke dalam akuntansi Islami, dan,
kenali prinsip-prinsip akuntansi konvensional
yang tak berbenturan dengan akuntansi
Islami.
3. Identifikasi landasan teoritis dari
akuntansi Islami, seperti misalnya apakah
itu accountability, stewardship atau decisionusefulness.
Ini terpaut erat dengan sasaransasarannya
dan kemungkinan tak akan bisa
terpisahkan.
4. Identifikasi para pengguna informasi
akuntansi Islami, dan periksa untuk apa
informasi itu mereka gunakan. Sampai
pada suatu batas tertentu, pengunaanpenggunaanya
akan bisa diidentifikasi lewat
cara mempertimbangkan atuaran-aturan
etika bisnis Islami.
5. Kembangkan ciri-ciri akuntansi Islami,
misalnya informasi yang diperlukan serta
prinsip-prinsi valuasi dan pengungkapan
(disclosure) yang akan memasukkan prinsipprinsip
etika bisnis Islami. Juga, ini akan
mencapai sasaran-sasaran akuntansi Islami
sampai sejauh yang belum pernah diberikan
definisinya oleh Syariah.

No comments:

Post a Comment

Refleksi Agama