PADANG – Pemberantasan tindak pidana korupsi yang
gencar dilakukan aparat penegak hukum saat ini pada
hakekatnya bukan untuk menghukum dan memenjarakan
koruptor sebanyak-banyaknya, tetapi lebih ditujukan agar
pengelolaan anggaran keuangan negara dapat dilakukan secara
efektif dan efisien.
“Jadi tujuan utama pemberantasan korupsi adalah membuat
pengelolaan anggaran menjadi efisien dan efektif,” kata Menteri
Hukum dan HAM, Andi Mattalatta di Padang baru-baru ini.
Andi berada di Padang sebagai pembicara utama pada Rapat
Koordinasi Teknis Bidang Hukum dan HAM DPD Partai Golkar
Sumbar yang berlangsung tanggal 6 sampai 8 September
2007.
“Kalau tidak ada anggaran negara tentu tidak perlu bicara
korupsi,” katanya. Karena itu, ia menegaskan, pemberantasan
korupsi bukan dimaksudkan untuk menciduk orang, tapi
bagaimana menciptakan pengelolaan keuangan negara agar
efisien dan efektif.
PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH BELUM TRANSPARAN
JAMBI – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengisyaratkan
pengelolaan keuangan daerah selama ini belum transparan dan
akuntabel serta masih banyak ditemukan penyimpangan.
Wakil Ketua BPK Abdullah Zainie SH usai peresmian Kantor
Perwakilan BPK di Jambi belum lama ini menegaskan, hingga
saat ini pengelolaan dan tanggungjawab keuangan daerah masih
kurang memuaskan karena tidak transparan dan akuntabel.
Masalah itu muncul terutama karena belum dilaksanakannya
Standar Akuntasi Pemerintah (SAP) yang diintrodusir pada
13 Juni 2005 dan sampai saat ini relative belum tersosialisasi
dengan baik.
Namun ditegaskannya bahwa pada 2008 seluruh provinsi,
kota dan kabupaten harus menggunakan SAP sebagai dasar
penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran.
Sementara itu Deputi Finansial, Keuangan, dan Pemasaran BP
Migas Eddy Purwanto mengatakan, BP Migas mempunyai dua
sistem pelaporan, yakni internal badan dan hasil hulu migas
yang dilakukan secara terpisah.
“Model tersebut sudah dilakukan sejak jaman Pertamina,”
katanya.
Namun, BPK menyatukan kedua sistem pelaporan itu,
sehingga memungkinan keluarnya opini “advers” tersebut.
Karenanya, menurut Eddy, pihaknya juga akan mencari payung
hukum sistem pelaporan keuangan mana yang akan dipakai,
apakah satu atau dua laporan. Ia juga meminta agar pihak
mana pun tidak menghubung-hubungkan antara hasil audit
BPK dengan “cost recovery.” “Hasil audit ini murni sistem
pelaporan keuangan dan tidak ada hubungan dengan ‘cost
recovery,’” katanya. (AS)
Sebab lainnya adalah karena masih terbatasnya SDM bidang
keuangan negara maupun bidang pengawasan yang mengerti,
memahami dan menguasai SAP tersebut.
Guna mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan itu, maka penyampaian laporan pertangungjawaban
keuangan pemerintah harus melalui prinsip tepat waktu dan
disusun mengikuti SAP.
Sementara itu untuk mengatasi kekurangan tenaga di
bidang keuangan, pemerintah daerah dianjurkan merekrut
tenaga akuntan baru, bekerjasama dengan perguruan tinggi
setempat.
Dikatakan, peraturan BPK No 1 Tahun 2007 tentang SAP
menjadi pedoman bagi auditor untuk melakukan pemeriksaan
yang diharapkan hasil dan kinerjanya bersifat independen dan
berkualitas.
Selanjutnya pihak akademis, pers, LSM dan masyarakat
juga diimbau untuk ikut membantu BPK dalam mengawasi
pelaksanaan ABPD supaya berjalan sesuai rencana dan harapan
masyarakat setempat. (AS)
edisi ke2 new size.indd 43 5/6/2008 3:09:25 PM
44 m i t r a d a l a m p e r u b a h a n
A K U N T A N I N D O N E S I A
ai
Berita
Ia juga menjelaskan, pengelolaan anggaran secara efektif dan
efisien sangat penting, apalagi saat ini Indonesia memiliki jumlah
penduduk lebih dari 200 juta jiwa.
“APBN kita cuma Rp660 triliun, dan jika dibagi dengan jumlah
penduduk, maka hasilnya satu jiwa hanya mendapatkan Rp3
ribu. Karena itu pengelolaan keuangan negara harus efisien dan
efektif, dan jika tidak maka rakyat tidak akan mendapat apaapa,”
tambahnya.
Adapun tujuan kedua pemberantasan korupsi, menurut dia
adalah menjaga penyelenggaraan negara supaya bergerak di
jalan yang benar atau bekerja pada jalurnya.
Bekerja dengan benar sangat penting, karena seorang PNS
selaku penyelenggara negara butuh waktu 20 tahun untuk
sekolah dari SD sampai perguruan tinggi.
“Jika tiap tahun dia menghabiskan uang Rp5 juta, maka total
anggarannya Rp100 juta untuk menjadi PNS dan melaksanakan
tugas penyelenggara negara. Lalu jika setelah bekerja tiga bulan
ia khilaf (melakukan korupsi) dan masuk penjara, maka tentu
sangat disesalkan, karena mencetak manusia seperti itu bukan
pekerjaan mudah,” tambahnya.
Agar hal seperti itu tidak terjadi, maka pemberantasan korupsi
dilakukan bukan untuk menghukum orang, tapi memelihara
agar para penyelenggara negara, seperti PNS (birokrasi) serta
anggota DPR dan DPRD bisa bekerja aman di jalan yang benar,
demikian Andi Mattalatta. (AS)
No comments:
Post a Comment